Cari Blog Ini

selamat datang di blog saya...

terima kasih sudah klik blog ini...
selamat bergabung...

Senin, 05 Juli 2010

Teori Pertumbuhan Ekonomi

TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI

I. Pendahuluan

Setiap negara di dunia ini sudah lama menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai target ekonomi. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi faktor yang paling penting dalam keberhasilan perekonomian suatu negara untuk jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dan dianggap sebagai sumber peningkatan standar hidup ( standar of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat.

Istilah pertumbuhan ekonomi sering dicampurbaurkan dengan perkembangan ekonomi, dan pemakaiannya selalu berganti-ganti, sehingga kelihatan pengertian antara keduanya dianggap sama. Akan tetapi beberapa ahli ekonomi, seperti Schumpeter (1911) dan Ursula Hicks (1957) telah menarik perbedaan yang lazim antara istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 1993). Menurut kedua pakar tersebut perkembangan ekonomi mengacu kepada masalah-masalah Negara terbelakang, sedangkan pertumbuhan ekonomi mengacu kepada masalah-masalah Negara maju. Demikian juga menurut Maddison (1970) , ia mengatakan bahwa di negara-negara maju kenaikan dalam tingkat pendapatan biasanya disebut pertumbuhan ekonomi, sedang di negara miskin ia disebut perkembangan ekonomi. Namun ada juga pakar ekonomi lainnya yang beranggapan bahwa antara pertumbuhan ekonomi dengan perkembangan ekonomi merupakan sinonim, misalnya pendapat dari Arthur Lewis (1954), serta Meir and Baldwin (1973).

Terlepas dari semua perbedaan di atas, maka menarik untuk disimak saat ini adalah mengenai ciri-ciri dari pertumbuhan ekonomi modern yang diungkapkan oleh Simon Kuznets (1966) yang mengacu kepada perkembangan negara-negara maju Eropa Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Jepang. Secara ringkas ciri-ciri tersebut dapat disampaikan sebagai berikut (Jhingan, 1993).

1. Laju pertumbuhan penduduk dan produk perkapita

Pertumbuhan ekonomi modern, sebagaimana terungkap dari pengalaman Negara maju sejak akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19, ditandai dengan laju kenaikan produk perkapita yang tinggi (paling sedikit sebesar sepuluh kali) dan dibarengi dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat (paling sedikit sebesar lima kali).

2. Peningkatan produktifitas

Pertumbuhan ekonomi modern terlihat dari semakin meningkatnya laju produk perkapita terutama sebagai akibat adanya perbaikan kualitas input yang meningkatkan efisiensi atau produktifitas per unit input. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya efisiensi penggunaan tenaga kerja dan kapital.

3. Laju perubahan struktural yang tinggi

Perubahan struktural dalam pertumbuhan ekonomi modern mencakup peralihan dari kegiatan pertanian ke nonpertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam skala unit-unit produktif dan peralihan perusahaan perseorangan menjadi perusahaan berbadan hukum, atau perubahan status kerja buruh.

4. Urbanisasi

Pertumbuhan ekonomi modern ditandai pula dengan semakin banyaknya penduduk di negara maju yang berpindah dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan, atau yang disebut urbanisasi. Akibat urbanisasi, tingkat dan struktur konsumsi masyarakat berubah melalui tiga cara. Pertama, urbanisasi menghasilkan pembagian kerja dan spesialisasi. Kedua, urbanisasi menyebabkan biaya pemenuhan sejumlah kebutuhan menjadi mahal. Ketiga, demonstration effect kehidupan kota mendorong kelompok urbanisasi meniru pola konsumsi orang kota sehingga menyebabkan meningkatnya pengeluaran konsumsi.

5. Ekspansi negara maju

Pertumbuhan negara maju kebanyakan tidak sama. Pada beberapa negara, pertumbuhan ekonomi modern terjadi lebih awal dari pada negara lain. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang sejarah dan masa lalu, ketika ilmu dan teknologi modern mulai berkembang.

6. Arus barang, kapital, dan migrasi

Pertumbuhan ekonomi modern selalu ditandai dengan mobilitas barang, kapital, dan penduduk antar negara yang sangat tinggi. Adanya perkembangan teknologi transportasi yang modern menyebabkan perpindahan penduduk antar negara, lalu lintas kapital dan barang, berjalan sangat cepat dan tinggi.

Keenam ciri pertumbuhan ekonomi modern di atas saling kait mengait. Keenamnya terjalin dalam urutan sebab akibat. Dengan rasio yang stabil antara tenaga kerja terhadap total penduduk, laju kenaikan produk perkapita menjadi tinggi. Ini berarti produktifitas tenaga kerja menjadi meningkat. Hal ini sebaliknya, menyebabkan kenaikan yang tinggi dalam produk perkapita dan konsumsi per kapita. Akan tetapi hal terakh bisa juga karena merupakan hasil dari kemajuan teknologi dan perubahan skala pro perusahaan. Perusahaan ini tidak hanya memproduksi untuk pasar domestik tetapi untuk pasar internasional. Begitulah urutan-urutan dari pertumbuhan ekonomi. Pertanyaannya sekarang, apakah Indonesia dapat dikategorikan dalam kelompok sedang mengalami pertumbuhan ekonomi modern ?

II. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Tanpa bermaksud mengabaikan beberapa definisi mengenai pertumbuhan ekonomi yang sudah disampaikan sebelumnya, untuk lebih menyederhana pembahasan, pertumbuhan ekonomi yang dimaksud dalam bahasan ini adalah merupakan perkembangan atau kenaikan GNP suatu negara.

Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber dari perubahan atau kenaikan pada aggregate demand dan sisi aggregat supply. Seperti yang terlihat pada Gambar 1. Apabila pada periode awal (t=0) output (GNP) adalah Y0, maka yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah apabila pada periode berikutnya output-nya adalah Y1.


Gambar 1 : Permintaan Agregat dan Penawaran Agregat

Melalui Gambar 1 bisa dilihat bahwa pertumbuhan tersebut dapat disebabkan oleh pergeseran kurva penawaran agregat (AS), perhatikan bagian [a], atau pergeseran kurva permintaan agregat (AD), lihat bagian [b]. Pertanyaan sekarang ialah : faktor-faktor apakah yang menyebabkan pergeseran kurva-kurva tersebut ?

Proses pertumbuhan ekonomi secara garis besarnya dipengaruhi oleh dua macam faktor, yakni faktor ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu Negara sangat tergantung pada sumber alamnya, sumber daya manusia, kapital, usaha, teknologi, dan sebagainya. Semua itu merupakan faktor-faktor ekonomi. Tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin bisa terjadi selama lembaga sosial dan budaya, kondisi politik dan keamanan, serta nilai-nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang. Dengan kata lain tanpa adanya dukungan faktor-faktor non ekonomi semacam itu secara baik, maka pertumbuhan ekonomi kemungkinan tidak terwujud.

Adapun untuk menghitung laju pertumbuhan ekonomi pada suatu Negara berdasarkan konsep GNP caranya sebagai berikut :


dimana gt adalah pertumbuhan ekonomi pada tahun t, GNPt adalah besarnya Gross National Product pada tahun ke t, dan GNPt-1 adalah besarnya Gross National Product pada tahun ke t-1. Teknik perhitungan laju pertumbuhan ekonomi semacam inilah yang paling banyak digunakan oleh setiap instansi-instansi, lembaga-lembaga, badan-badan resmi pemerintah maupun swasta. Sebenarnya perhitungan laju pertumbuhan ekonomi untuk suatu negara banyak caranya, tergantung model pertumbuhan bagaimana yang digunakan. Beberapa model pertumbuhan ekonomi yang sangat terkenal diantaranya adalah model pertumbuhan Harrod (1947) and Domar (1957), model pertumbuhan jangka panjang Solow (1956), model akumulasi kapital Joan Robinson (1956), model pertumbuhan Kaldor (1957), model Mahalanobis (1952), model Fel’dman (1957), model pertumbuhan endogenus (endogenous growth model) dan lain-lain. Dalam tulisan ini yang akan dibahas hanya model pertumbuhan Harrod-Domar dan model pertumbuhan jangka panjang Solow atau model pertumbuhan neoklasik. Pembahasan lebih mendalam tentang model-model pertumbuhan ekonomi lainnya dapat dipelajari pada buku-buku ekonomi pembangunan, perencanaan dan pertumbuhan ekonomi.

III. Model Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar

Harrod-Domar memberi peranan kunci kepada investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai sifat ganda yang dimiliki investasi. Pertama, investasi menciptakan pendapatan (merupakan dampak dari permintaan investasi), dan kedua, investasi memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok kapital (merupakan dampak dari penawaran investasi). Karena itu selama investasi netto tersedia dan tetap berlangsung, pendapatan riil dan output akan senantiasa meningkat. Namun demikian, untuk mempertahankan tingkat ekuilibrium (keseimbangan) pendapatan pada kapasitas full employment, baik pendapatan riil dan output keduanya harus dalam laju yang sama pada saat kapasitas produktif kapital meningkat. Kalau tidak, setiap perbedaan antara keduanya akan menimbulkan kelebihan kapasitas atau ada kapasitas yang menganggur (idle capacity). Hal ini memaksa pengusaha membatasi pengeluaran investasinya yang akhirnya membawa dampak buruk terhadap perekonomian yaitu menurunkan pendapatan dan kesempatan kerja pada periode berikutnya, sehingga menggeser perekonomian keluar jalur steady growth. Jadi apabila employment hendak dipertahankan dalam jangka panjang maka investasi harus senantiasa diperbesar. Hal ini jelas memerlukan pertumbuhan pendapatan riil secara terus menerus pada tingkat yang cukup untuk menjamin penggunaan kapasitas secara penuh atas stok kapital yang terus tumbuh. Tingkat pertumbuhan pendapatan yang diperlukan inilah disebut sebagai warranted rate of growth atau tingkat pertumbuhan yang terjamin (Jhingan, 1993).

Model Harrod-Domar dibangun berdasarkan asumsi-asumsi :

(1) perekonomian dalam kondisi full employment dan closed economy,

(2) tidak ada campur tangan pemerintah,

(3) APS sama dengan MPS, dan MPS dianggap konstan,

(4) rasio stok kapital terhadap pendapatan dianggap tetap,

(5) tidak ada penyusutan barang kapital,

(6) tingkat harga umum konstan (upah riil sama dengan pendapatan riil),

(7) tidak ada perubahan tingkat bunga.

Menurut Domar, sisi penawaran agregat ditunjukkan melalui jumlah netto potensi kenaikan output perekonomian yang dirumuskan sebagai berikut :

dY = Iv ( no. 2 )

dimana dY adalah kenaikan output, I adalah investasi, dan v adalah rasio kapital-output. Telah kita ketahui bersama bahwa investasi itu merupakan salah satu factor penentu dalam permintaan agregat, dan juga telah dipahami bahwa keterkaitan antara permintaan agregat dengan output dapat dijelaskan melalui multiplier. Kita dapat menulis kembali bahwa dalam keseimbangan pasar barang :

Y = C + S (no. 3)

Oleh karena I = S dan C = cY maka,

Y = cY + I (no. 4), Y – cY = I (no. 5), (1 – c)Y = I (no. 6)

sY = I (no. 7) ,

Y = (1/s)I (no. 8)

Dimana Y adalah pendapatan nasional, I adalah investasi, s merupakan marginal propensity to saving (kecenderungan kepada save) atau MPS, dan 1/s adalah multplier. Untuk menunjukan adanya perubahan, persamaan [8] menjadi:

dY = (1/s)dI (no. 9)

Menurut Domar untuk mencapai pertumbuhan steady state, permintaan agregat harus tumbuh dalam laju yang sama dengan pertumbuhan kapasitas output. Dengan demikian dari persamaan [2] dan [9] diperoleh:

Iv = (1/s)dI (no. 10)

dI/I = sv (no. 11)

Kita telah membangun persamaan dasar dari Domar. Persamaan ini menunjukkan bahwa untuk mempertahankan perekonomian dalam kondisi full employment maka laju pertumbuhan investasi harus sama dengan "sv". Inilah batas kecepatan laju investasi yang diperlukan untuk menjamin penggunaan kapasitas potensial dalam rangka mempertahankan pertumbuhan steadystate.

Domar memberikan contoh angka untuk menjelaskan hal ini. Misalkan diketahui COR = v = 25% per tahun, MPS = s = 12%, dan kenaikan pendapatan (Y) yang diharapkan adalah 150 milyar dolar per tahun. Jika full employment hendak dipertahankan setiap tahunnya maka jumlah investasi yang harus ditanam adalah sebesar 150 milyar dolar x 0.12 = 18 milyar dolar. Jumlah ini akan menaikan kapasitas produksi setiap tahun sebesar : 18 milyar dolar x 0.25 = 4.5 milyar dolar, dan pendapatan nasional akan naik sebesar itu pula. Akan tetapi kenaikan relatif pendapatan akan sama dengan kenaikan absolut di bagi pendapatan itu sendiri, yaitu :

Jadi untuk mempertahankan full employment, pendapatan harus meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 3% per tahun. Inilah yang merupakan laju ekuilibrium pertumbuhan. Setiap perbedaan dari lintasan emas (golden path) ini akan membawa kepada fluktuasi siklis. Bila "dI/I" lebih besar dari "sv" (di/i>sv) maka perekonomian akan mengalami booming dan sebaliknya akan mengalami depresi.

Sekarang, misalkan rasio investasi-output itu adalah I/Y. Rasio ini dapat juga ditulis dengan cara lain, (I/K)(K/Y), dimana (I/K) merupakan laju pertumbuhan tingkat akumulasi kapital yang dapat dinotasikan "g", dan (K/Y) merupakan rasio kapital-output (capital output ratio) dengan notasi "v". Selanjutnya kita dapat menulis kembali rasio investasi output adalah :

I/Y = (I/K)(K/Y) = gv

Dari persamaan sY = I dapat diperoleh : I/Y = s, dengan demikian persamaan I/Y = (I/K)(K/Y) = gv menjadi,

s = gv

atau,

g = s/v

dimana "s/v" merupakan laju pertumbuhan terjamin (warranted growth rate). Sekarang ini merupakan model dasar Harrod. Model original Harrod-Domar beranggapan bahwa s dan v adalah konstan yang sangat ditentukan oleh struktur institusional. Model Harrod-Domar sering juga disebut model " knife edge", maksudnya sebagai berikut.

Jika laju pertumbuhan aktual lebih kecil atau lebih lambat dari pada laju pertumbuhan terjamin, maka akan terjadi ekses barang-barang kapital, yang berarti investasi yang diperlukan lebih kecil dibandingkan investasi yang terealisir, dan juga permintaan agregat melebihi penawaran agregat. Akibatnya ialah terjadi depresi yang berkepanjangan. Sebaliknya, jika pertumbuhan aktual lebih besar atau lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan terjamin, maka pendapatan aktual berkembang dalam laju yang lebih cepat dari yang dimungkinkan oleh pertumbuhan kapasitas produktif perekonomiannya. Ini lebih lanjut akan menyebabkan terjadinya kekurangan kapital. Dimana dalam kondisi seperti itu investasi yang direncanakan akan lebih besar dibandingkan dengan investasi yang terealisir, dan produksi akan mengalami kekurangan permintaan agregat.

Dari konsep "knife edge" ini kelihatan bahwa pertumbuhan steady-state dalam model Harrod-Domar itu sangat tidak stabil. Ia akan menjadi stabil apabila tingkat pertumbuhan riil sama dengan "s/v" secara permanen. Salah satu contoh penerapan model Harrod-Domar adalah sebagai berikut. Misalkan diketahui COR suatu negara adalah 4, dan negara tersebut mengharapkan laju pertumbuhan terjamin untuk mencapai steady state adalah sebesar 3%. Pertanyaanya, berapakah besarnya rasio tabungan yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan terjamin tersebut. Karena diketahui bahwa COR = v = 4 dan laju pertumbuhan terjamin atau g = 3%, maka s = gv = 4 x 0,03 = 0,12 atau 12%, artinya dengan rasio kapital output sebesar 4, dibutuhkan setiap tahun tabungan masyarakat sebanyak 12% dari pendapatannya per tahun agar negara tersebut bisa mencapai laju pertumbuhan terjamin sebesar 3%. Sebaliknya, jika yang diketahui adalah COR = 4 dan rasio tabungan pendapatan atau v sebesar 3% maka laju pertumbuhan terjamin yang dapat dicapai adalah

g = s/v = 0,03 . 4 = 0,12 atau 12%.

IV. Model Pertumbuhan Solow

Dalam model pertumbuhan Harrod-Domar kelihatan steady state sangat tidak stabil. Sekali rasio tabungan, rasio kapital output, dan laju kenaikan tenaga kerja meleset sedikit saja dari titik tumpu, maka konsekuensinya akan berupa inflasi kronis atau meningkatnya pengangguran. Robert M. Solow (1956), Trevor Swan (1956), dan berikutnya James E. Meade (1961) memperbaiki model pertumbuhan yang disampaikan Harrod-Domar itu. Mereka mengatakan bahwa rasio kapital output dalam model Harrod-Domar tersebut tidak bisa dianggap sebagai eksogenus. Dalam kenyataannya menurut mereka, pada suatu model pertumbuhan, rasio kapital output (v) itu justru merupakan adjusting variable yang akan menggiring kembali sistem pada jalur pertumbuhan steady state. Dalam hal ini, v akan menggeser s/v sampai sama dengan pertumbuhan natural jika terjadi ketidakseimbangan. Model pertumbuhan yang dihasilkan inilah yang terkenal dengan nama model pertumbuhan Solow, atau biasa disebut juga model pertumbuhan neoklasik.

Solow membangun model di sekitar asumsi berikut

(1) ada satu komoditi gabungan yang diproduksi,

(2) yang dimaksud output adalah output netto, yaitu sesudah dikurangi biaya penyusutan kapital,

(3) fungsi produksi adalah homogen pada derajad satu, atau bersifat constant return to scale, (4) faktor produksi kapital dan tenaga kerja dibayar sesuai dengan produktifitas fisik marginal mereka,

(5) harga dan upah fleksibel,

(6) perekonomian dalam kondisi full employment,

(7) stok kapital yang ada juga terpekerjakan secara penuh,

(8) tenaga kerja dan kapital dapat disubtirusikan satu sama lain,

(9) kemajun teknologi bersifat netral.

Dengan asumsi-asumsi ini, Solow menunjukkan dalam modelnya bahwa dengan koefisien teknik yang bersifat variabel, rasio kapital-tenaga kerja akan cenderung menyesuaikan dirinya, dalam perjalanan waktu, ke arah rasio keseimbangan. Jika rasio antara kapital terhadap tenaga kerja lebih besar, kapital dan output akan tumbuh lebih lamban dari pertumbuhan tenaga kerja, dan sebaliknya. Analisa Solow berakhir pada jalur keseimbangan steady state yang berangkat dari sembarang rasio kapital-tenaga kerja (Jhingan, 1993).

Singkatnya, asumsi-asumsi yang digunakan model pertumbuhan Solow adalah :

(1) output berubah sepanjang waktu jika inputnya berubah atau jika pengetahuan (knowledge) bertambah,

(2) menggunakan constan return to scale (CRTS), karena pasarnya persaingan sempurna,

(3) untuk perekonomian besar input bisa dinaikan terus sampai CRTS, tetapi pada perekonomian kecil output tidak bisa ditambah lagi. Karena itu model Solow hanya bisa diterapkan pada perekonomian besar,

(4) karena sumber daya alam dan tanah untuk kasus tertentu tidak dianggap sebagai kendala, maka dalam model Solow hanya dimasukkan tiga macam input.

4.1. Model Dasar

Untuk analisis, sebagai permulaan kita anggap saja kondisi keseimbangan antara permintaan agregat dengan penawaran agregat ditunjukkan oleh persamaan, Y d = Y. Ini berarti secara otomatis ada keseimbangan pula antara investasi dan saving, I = S. Kemudian fungsi konsumsi adalah, C = cY, dimana c adalah marginal propensity to consume (MPC). Secara definisi kita ketahui bahwa saving itu adalah, S = Y - C = Y – cY atau disederhanakan menjadi

S = (1 - c)Y. Anggaplah, s = 1 - c, yang menunjukkan marginal propensity to save (MPS).

Dengan demikian persamaan saving menjadi:

S = sY

oleh karena dalam keseimbangan makroekonomi I = S maka,

I = sY

dalam bentuk bentuk rasio tenaga kerja, L :

I/L = s (Y/L)

Misalkan i = I/L dan y = Y/L maka keseimbangan makroekonomi menjadi,

i = sy

Sekarang untuk keseimbangan penawaran agregat, kita menggunakan fungsi produksi sebagai berikut :

Y = F (K, L)

dengan asumsi constant return to scale. Kemudian dirasiokan dengan tenaga kerja, L :

Y/L = f (K/L , 1)

misalkan k = K/L dan y = Y/L , maka persamaannya menjadi :

y = f ( k )

dimana f ( . ) adalah " intensive" atau " per capita" dari bentuk fungsi produksi F ( . ) Jika persamaan y = f ( k ) kita masukkan kedalam persamaan i = sy, akan diperoleh keseimbangan makroekonomi sebagai berikut :

i = s f (k)

Persamaan ini menunjukkan adanya keseimbangan investasi untuk per kapita tenaga kerja. Jika diasumsikan bahwa keseimbangan makroekonomi selalu terjadi sepanjang waktu (selalu terjadi I = S), maka i = s f (k) dapat dikatakan sebagai investasi per kapita secara aktual.

Gambar 2 : Intensive Production Function

Gambar 2 di atas memperlihatkan fungsi produksi intensif, y = f (k), dan fungsi aktual (equlibirium) investasi, i = sf(k). Oleh karena untuk setiap k kita bisa menurunkan investasi per kapita, i , dan output per kapita, y , maka sisanya adalah merupakan konsumsi per kapita yaitu : c = C/L = y - i . Slope dari fungsi produksi intensif ini adalah fk = df(k)/dk yang merupakan besaran marginal product of capital atau fk = FK . Terakhir rasio kapital-output, v = K/Y = k/y , digambarkan sebagai slope garis lurus dari titik origin ke fungsi produksi. Ini berarti bila k berubah maka garis lurus dan v juga berubah Tidak seperti pada model Harrod-Domar, disini v tidak lagi eksogenous.

Sekarang kita turunkan model pertumbuhannya. Beberapa persamaan awal yang akan digunakan adalah sebagai berikut.

C = cY

I = dk/dt = v (dY/dt)

Dalam pasar barang dengan asumsi I = S, keseimbangan pendapatan nasional adalah :

Y = C + I

Fungsi produksi adalah Y = F(K,L) dengan asumsi constant return to scale, yang kemudian jika dinyatakan dengan L menjadi :

Y/L = F (K/L)

Asumsi bahwa penduduk tumbuh secara eksponensial, sehingga keseimbangan penawaran tenaga kerja adalah :

Sekarang kita selesaikan model pertumbuhan Solow, yang bermula dari keseimbangan pendapatan.

Y = C + I = cY + I

I = Y - cY = (1 - c) Y

Oleh karena s = 1 - c , yang merupakan besaran MPS, persamaan I = Y - cY = (1 - c) Y menjadi :

I = sY

Berdasarkan persamaan I = dk/dt = v (dY/dt) dapat diperoleh :

Dibagi dengan kapital, K :

Dinyatakan dalam tenaga kerja, L :

Kemudian sesuaikan dengan persamaan Y/L = F (K/L) :

Bila persamaan penawaran tenaga kerja diambil bentuk liniernya :

Lalu diturunkan terhadap t :

Sekarang, dari persamaan pada sisi kirinya kita bisa mencari :

Jika sisi kanan terakhir persaman dinyatakan dalam rasio tenaga kerja (L),

yang selanjutnya persamaan disubtitusikan, akan diperoleh :

Ini merupakan persamaan dasar dari model pertumbuhan Solow, dengan bentuk phase diagram-nya seperti pada Gambar 3.

Dalam kondisi steady state rasio kapital-tenaga kerja (k), dk/dt = 0, sehingga:

0 = s f (k) - n (k) atau,

s f(k) = n (k)

Solow melukiskan secara diagram pola pertumbuhan steady state yang bisa terjadi berdasarkan persamaan s f(k) = n (k) di atas. Dalam Gambar 4, garis lurus yang melalui titik

origin adalah fungsi nk. Sedangkan kurva lainnya menggambarkan fungsi, sf(k). Garis ini ditarik sedemikian rupa sehingga menunjukkan produktifitas marginal capital yang semakin menurun. Pada titik pertemuan dua kurve itu, nk = sf(k) , dan dk/dt = 0. Pada waktu dk/dt = 0, rasio kapital-tenaga kerja adalah konstan dan stok kapital harus diperluas sama besar dengan laju pertumbuhan tenaga kerja, n. Serentak rasio kapital-tenaga kerja k tercapai, ia akan dipertahankan, dan kapital beserta tenaga kerja akan tumbuh secara proporsional. Dengan mengasumsikan return to scale sebagai konstan, output riil juga akan tumbuh dalam laju relatif n yang sama, dan output tenaga kerja per individu akan konstan.

Bagaimanakah rasio kapital-tenaga kerja, k, akan berperilaku jika ada perbedaan antara i dan ir (investasi aktual dan investasi yang diinginkan). Jika i > ir, ini berarti pertumbuhan kapital lebih cepat dibandingkan tenaga kerja, akibatnya k akan meningkat. Sebaliknya jika yang terjadi i < ir, menunjukkan pertumbuhan kapital lebih lambat dari pada pertumbuhan tenaga kerja, maka k akan turun. Kenaikan ataupun penurunan dari k tersebut semuanya akan menuju kepada k* yang merupakan rasio kapital-tenaga kerja pada steady state. Oleh karena pada steady state, k*, dk/dt = 0, ini berarti pada saat k1 < k* maka dk/dt > 0. Sedangkan untuk k2 > k* maka dk/dt < 0.

Pendek kata, berapapun nilai rasio kapital-tenaga kerja sebelumnya, sistem itu akan berkembang ke arah keadaan pertumbuhan berimbang dalam laju yang alamiah. Apabila stok kapital sebelumnya di bawah rasio keseimbangan, kapital dan output akan tumbuh lebih cepat dari tenaga kerja sampai rasio keseimbangan tercapai. Jika rasio sebelumnya di atas nilai keseimbangan, kapital dan output akan tumbuh lebih lambat dari pada tenaga kerja. Pada dasarnya pertumbuhan output selalu terletak diantara pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan kapital.

4.2. Penambahan Depresiasi

Dalam pembahasan ini kita akan melihat modifikasi dari model dasar Solow, yang memasukkan unsur depresiasi (penyusutan) kapital. Model keseimbangan makroekonomi untuk, i = sf (k), masih tetap seperti semula, tetapi untuk model investasi yang diinginkan, ir, berubah. Dalam kaitan ini, dengan anggapan bahwa k konstan, pertumbuhan kapital itu tidak hanya berhubungan dengan pertumbuhan penduduk saja, namun juga dipengaruhi oleh tingkat depresiasi kapital sebelumnya, ini berarti model investasi yang diinginkan menjadi: ir = (n + d)k

dimana d merupakan tingkat depresiasi kapital. Karena ada penambahan unsur depresiasi dalam model investasi yang diinginkan, model dasar Solow akhirnya berubah:

Akibat adanya penambahan depresiasi, kurve investasi yang diinginkan, ir, bergerak ke atas, sehingga steady state rasio k* menjadi lebih rendah. Bila dibandingkan dengan model steady state sebelumnya (tanpa ada depresiasi), kelihatan ada penurunan output, kapital, dan konsumsi. Untuk jelasnya bisa dilihat Gambar 5. Sekarang, pertumbuhan dari stok kapital, output dan konsumsi, semuanya akan meningkat sebesar (n + d).

Gambar 5 : Steady-State Growth with Depreciation

4.3. Penambahan Kemajuan Teknikal (Technological Progress)

Selama ini kita selalu membuat fungsi produksi dengan bentuk Y = F(K,L) yang hanya mengekspresikan output sebagai fungsi produksi kapital (K), tenaga kerja (L) dan fungsi dari produksi itu sendiri, F(.). Jika output tumbuh, ini tandanya tengah terjadi pertumbuhan tenaga kerja (perubahan L), pertumbuhan kapital (perubahan K), dan pertumbuhan produktifitas (perubahan pada F(.)). Sekarang akan dipertimbangkan masuknya kemajuan teknikal dalam model kita ini, dan rasanya yang paling sederhana untuk saat ini untuk menunjukkan hal itu adalah dengan memasukkan unsur waktu kedalam fungsi produksi kita, yaitu : Y = F (K, L, t) atau dalam bentuk fungsi intensif : y = f (k, t)

Pengaruh dari kemajuan teknikal terhadap pertumbuhan steady state dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.

Dalam Gambar 6 kelihatan fungsi produksi f (·, t) bergerak ke atas dari f (·, 1) ke f (·, 2) ke f (·, 3) dan seterusnya, sehingga rasio kapital steady state juga bergerak dari k1* ke k2* dan ke k3*. Ini berarti jika terjadi kemajuan teknikal yang berulang-ulang kali sepanjang waktu, rasio kapital-tenaga kerja tidak akan pernah turun. Ia akan terus meningkat, selama tingkat pertumbuhan dari variabel-variabel seperti kapital, output dan lain-lain, lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk untuk beberapa periode. Model kemajuan teknikal yang hanya memasukkan unsur waktu saja sering disebut juga kemajuan teknikal tak berwujud, yang beranggapan output bisa lebih banyak diproduksi dengan input yang sama, tanpa penambahan investasi baru apapun (Jhingan, 1993). Model sederhana yang hanya menambahkan unsur waktu (t) belaka, kemungkinan tidak bisa banyak memberi informasi tentang sifat dasar dan karakteristik dari kemajuan teknikal. Untuk itu sekarang, kita akan mendiskusikan variasi lainnya dari kemajuan teknikal didalam fungsi produksi, dan salah satunya yang akan diperkenalkan disini adalah kemajuan teknikal Harrod-Neutral atau Labour-Augmenting. Menurut Hirofumi Uzawa (1961), hanya kemajuan teknikal Harrod-Neutral yang sangat konsisten dengan kestabilan rasio steady state. Oleh karena hanya model Harrod-Neutral yang mempertahankan bahwa rasio kapital-output itu konstan sepanjang waktu.

Harrod di dalam esainya yang berjudul Toward a Dynamic Economics menyatakan bahwa perubahan teknikal dikatakan netral apabila pada tingkat keuntungan (atau suku bunga) yang konstan, rasio kapital-output juga tetap konstan. Jika tingkat keuntungan tetap konstan sesudah terjadi perubahan teknikal tetapi rasio kapital-output naik, maka perubahan teknikal tersebut bersifat labor-eficiency (penghemat tenaga kerja). Sebaliknya, jika rasio kapital-output turun akibat perubahan teknikal pada tingkat keuntungan yang konstan, maka perubahan teknikal itu adalah capital-efficiency (penghemat modal). Ada dua implikasi yang dapat disampaikan dari model kemajuan teknikal Harrod- Neutral ini, yaitu (Jhingan, 1993):

· Perubahan teknikal Harrod tidak ada kaitan langsung dengan tenaga kerja, karena seluruhnya didasarkan pada hubungan antara kapital dan output. Walau demikian rasio kapital-tenaga kerja dan output-tenaga kerja mungkin saja berubah tanpa perubahan teknikal. Tetapi dengan rasio kapital-output yang konstan, kemajuan teknikal netral dari Harrod tidak akan dengan sendirinya merubah rasio kapital-tenaga kerja tersebut.

· Asumsi yang menyatakan rasio kapital-output konstan mengandung makna bahwa stok kapital dan tenaga kerja tumbuh dengan laju yang konstan. Dalam keadaan demikian maka pendapatan para pemilik modal akan tumbuh sama cepat dengan kenaikan upah para pekerja. Jika suatu perubahan teknikal bersifat penghemat modal dalam pengertian Harrod, perubahan ini akan menaikan peranan tenaga kerja dan mengurangi peranan pemilik modal dalam output nasional, berdasarkan tingkat suku bunga yang konstan. Di pihak lain, kemajuan teknikal yang bersifat penghemat tenaga kerja akan mengurangi peranan tenaga kerja dan menaikan peranan pemilik modal.

Sollow (1963) menujukkan bahwa netralitas Harrod dapat benar-benar merupakan kemajuan teknikal yang mendorong kapital dengan fungsi produksinya: Y = F(K, A(t) . L) dimana A(t) adalah shift factor yang sangat tergantung terhadap waktu dengan nilainya A > 0 dan dA/dt > 0. Sedangkan A(t).L merupakan effective labor. Ini berarti pertumbuhan output tidak lagi hanya meningkat dalam kapital dan tenaga kerja per unit, tetapi juga meningkat dalam ‘efektifitas’ masing-masing tenaga kerja per unit (A).

Persamaan Y = F(K, A(t) . L) dapat dimodifikasi dengan menurunkannya terhadap AL, menjadi : Y/AL = F(K/AL, 1)

Kemudian, dari persamaan sY = I sebelumnya kita sudah mengetahui bahwa dalam kondisi keseimbangan makroekonomi, I = sY, ini berarti persamaan Y/AL = F(K/AL, 1) dapat ditulis kembali : I/AL = s (Y/AL) Atau dalam bentuk intensif :

dimana ic merupakan rasio kapital-tenaga kerja efektif (capital-labor effective). Andaikata tenaga kerja fisik per unit, tumbuh pada tingkat pertumbuhan penduduk sebesar n (g t = n) dan labor-augmenting faktor perubahan teknikal, A, tumbuh sebesar q (gA = q) maka effective labor akan tumbuh sebesar : gAL = gt + gA = n +q. Dengan demikian, akhirnya untuk pertumbuhan steady state, kapital akan tumbuh dalam laju yang sama dengan pertumbuhan effective labor : gK = gAL = n +q atau, Ir= dK/dt = (n +q)K.

Persamaan Ir = dK/dt = (n +q)K menunjukkan tingkat investasi yang diharapkan, dan jika diturunkan terhadap AL, kemudian ditulis dalam bentuk intensifnya, akan diperoleh :

dimana adalah tingkat kapital per effective-labor yang diharapkan.

Dengan cara yang sama seperti pada pembahasan sebelumnya, hasil akhir dari penyelesaian persamaan dasar ini adalah :

atau,

Kalau digambarkan model steady state ini sebenarnya sama dengan model konvensional sebelumnya, perbedaan yang signifikan hanya terlihat dengan adanya parameter pertumbuhan perubahan teknikal q, lihat Gambar 7 di samping.

Sekarang, jika penduduk atau tenaga kerja secara fisik (L) tumbuh dengan laju sebesar n, namun output dan konsumsi tumbuh sebesar n + q, maka konsekwensinya output per individu, y = Y/L, dan konsumsi per individu, c = C/L, tidak lagi konstan. Sudah tentu mereka akan tumbuh dengan laju steady sebesar q, yang merupakan laju perubahan teknikal. Dengan demikian, meskipun pertumbuhan steady-state memiliki rasio effective-labor yang konstan, tetapi rasio aktual tetap meningkat : penduduk secara aktual semakin sejahtera dan konsumsi akan semakin terus bertambah, sewaktu perekonomian mengalami pertumbuhan steady-state.

Kesimpulannya, secara keseluruhan suatu peningkatan di dalam produktiftas (kenaikan effective-labor) menaikan baik output maupun konsumsi per tenaga kerja dalam steady state dengan dua cara. Pertama, secara langsung menaikkan jumlah yang dapat dihasilkan pada setiap tingkat rasio kapital-tenaga kerja. Kedua, dengan meningkatkan penawaran saving, maka peningkatan produktifitas juga telah menyebabkan rasio kapital-tenaga kerja jangka panjang mengalami kenaikan. Jadi, suatu peningkatan produktifitas memiliki suatu dampak berganda yang bermanfaat atas standar hidup. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa “di dalam jangka panjang laju peningkatan produktifitas adalah merupakan faktor dominan yang menentukan seberapa cepat standar hidup akan naik” (Nanga, 2001).

4.4. Pengaruh Perubahan Tingkat Tabungan Terhadap Steady-State

Model Solow selama ini telah menunjukkan bahwa tingkat tabungan merupakan determinan utama dari steady-state stok kapital. Jika tingkat tabungan tinggi, perekonomian akan memiliki cadangan kapital dan tingkat output yang tinggi. Sebaliknya, jika tingkat tabungan rendah, perekonomian akan memiliki sedikit cadangan kapital dan tingkat output yang rendah. Gambar 8 memperlihatkan bagaimana kondisi steady-state setelah terjadi perubahan tingkat tabungan yang meningkat.

Dalam Gambar 8 kita bisa melihat saat terjadi kenaikan tingkat tabungan dari s 1 ke s2, kurve investasi bergerak ke atas dari i 1 ke i 2. Akibatnya rasio steady-state mengalami peningkatan dari k1* ke steady-state yang baru, k2*.

Sekarang, sebelum kita melihat terjadi perubahan tersebut, sudah diketahui bahwa semua variabel tumbuh sebesar n (asumsinya kita menggunakan model dasar Solow). Begitu tingkat tabungan berubah, kapital akan tumbuh lebih cepat dibandingkan n, sehingga k meningkat dari k 1* (dan output serta konsumsi tumbuh lebih cepat). Tetapi begitu k mendekati k2*, pertumbuhan kapital menjadi lambat, yang akhirnya pada saat mencapai k2*, pertumbuhan kapital (dan output serta konsumsi) kembali lagi sebesar n. Fenomena ini menunjukkan bahwa kenaikan tingkat tabungan secara permanen hanya meningkatkan pertumbuhan secara temporer saja. Dalam jangka panjang, ia tidak mempunyai pengaruh terhadap tingkat pertumbuhan.

Dari Gambar 8 kita bisa juga melihat bahwa dengan semakin tinggi rasio steady-state k* (berarti pertumbuhan meningkat), semakin banyak dibutuhkan tabungan. Pertanyaanya, apakah dengan terus menambah tabungan, output akan terus meningkat? Tentu saja tidak. Oleh karena bila pendapatan selalu di tabung terus menerus dengan jumlah yang semakin meningkat, berarti konsumsi akan terus berkurang. Sudah tentu dengan berkurangnya konsumsi tersebut, output akan menurun. Dengan demikian tidak mungkin output dinaikkan terus menerus hanya dengan selalu menambah tabungan. Untuk itu harus ditemukan suatu titik yang bisa menunjukkan kesejahteraan dimana konsumsi mencapai maksimum dan tingkat tabungan tinggi. Titik inilah yang disebut golden rule, yang akan dibahas sekarang.

Agar analisa golden rule lebih baik, sepantasnya saat ini kita menggunakan model steady-state yang lengkap, yaitu : s f (k) = (n + q + d)k

Sekarang, kita gunakan persamaan konsumsi perkapita, c* = y* – sy*, atau :

c* = y* – s f (k*)

c* = y* – (n + q + d) k*

Untuk mencapai konsumsi maksimum, maka turunan : dc*/dk* = 0 , atau :

MPPk - (n + q + d) = 0

MPPk = (n + q + d)

Dengan demikian untuk mencapai golden rule maka MPPk (marginal physical of capital) harus sama dengan tingkat pertumbuhan kapital (sebesar laju pertumbuhan penduduk ditambah laju pertumbuhan teknikal ditambah tingkat depresiasi modal). Pada titik ini tercapai tingkat konsumsi yang maksimum dan tabungan yang tinggi. Kondisi golden rule ini bisa juga digambarkan sebagai berikut.

Pada Gambar 9 kita bisa melihat ada dua tingkat tabungan, s 1 dan s2, yang menghasilkan dua steady-state yang berbeda, k1* dan k2*. Dari kedua ini manakah yang lebih baik ? Kriteria kita adalah memaksimumkan konsumsi per kapita pada tingkat steady-state, ini artinya kita harus membandingkan c1* dan c2*. Secara diagram tampak jelas bahwa c1* > c 2*, dengan demikian kita tentunya harus lebih memilih tingkat tabungan s1 dibandingkan tingkat tabungan s2. Kita juga melihat bahwa k1* itu berhubungan dengan s1, ini berarti kedudukan steady-state k1* lebih baik dibandingkan dengan k2*. Dari fenomena semacam ini bisa disimpulkan bahwa perekonomian itu tidak akan secara otomatis menuju kondisi golden rule steady state. Sekarang, berapa besar tingkat tabungan yang dibutuhkan untuk mencapai golden-rule tersebut ?

4.5. Pengaruh Perubahan Penduduk Terhadap Steady-State

Di negara-negara berkembang, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi sering dipandang sebagai suatu masalah utama, dan karenanya mengurangi laju pertumbuhan penduduk menjadi tujuan utama kebijakan. Apa dan bagaimana kaitan antara pertumbuhan penduduk dan tingkat pembangunan suatu negara, yang diukur dengan output, konsumsi dan kapital per kapita?

Jawaban dari model Solow terhadap pertanyaan di atas ditunjukkan dalamGambar 10. Kenaikan di dalam laju pertumbuhan penduduk, katakanlah dari n1 ke n2 akan menaikkan steady-state investment per tenaga kerja dari (n 1 + d)k ke (n2 + d)k, yang selanjutnya menyebabkan kurva steady-state investment akan bergeser dari titik A ke titik B, dan rasio kapital-tenaga kerja yang berkaitan dengan itu akan turun dari k 1* ke k2*. Oleh sebab itu pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi akan menyebabkan rasio steady-state turun.

Jadi model Solow mengandung makna bahwa kenaikan pertumbuhan penduduk akan menurunkan atau menyebabkan tingkat kesejahteraan semakin rendah. Timbul persoalan disini. Ketika angkatan kerja mengalami pertumbuhan yang pesat, maka sebagai besar dari output sekarang harus digunakan untuk menyediakan kapital bagi pendatang baru. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan untuk mengontrol pertumbuhan penduduk singkatnya akan menaikkan tingkat kesejahteraan. Namun ada beberapa pendapat yang bertentangan terhadap kebijakan untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk tersebut. Pertama, meskipun penurunan didalam laju pertumbuhan penduduk, n, akan menaikan konsumsi per kapita, namun hal tersebut bisa juga menurunkan pertumbuhan output dan konsumsi total, yang tumbuh pada tingkat n dalam steady-state. Mempunyai lebih sedikit penduduk, berarti lebih banyak untuk setiap orang, tetapi hal itu juga bisa berarti semakin berkurangnya kapasitas produksi total. Kedua, salah satu asumsi model Solow yang mengatakan bahwa proporsi dari total penduduk usia kerja adalah konstan tidak dapat dipertahankan lagi ketika laju pertumbuhan penduduk berubah secara dramatis.

Dari berbagai uraian mengenai pengaruh perubahan-perubahan teknikal (produktifitas), pertumbuhan penduduk dan tingkat tabungan yang telah disampaikan panjang lebar sebelumnya, secara singkat kita bisa menyimpulkan faktor-faktor penentu yang fundamental dalam steady-state sebagai berikut :